Perjalanan Pendidikan Nasional

 

Topik 1 Koneksi Antar Materi

Nama               : Fazria Rahmawati

Bidang Studi   : Matematika

Mata Kuliah    : Filosofi Pendidikan

Kegiatan pembelajaran yang dilakukan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan serta keterampilan disebut dengan pendidikan. Pendidikan sendiri memiliki keunikan dimana pendidikan dalam satu sisi merupakan bagian dari kebudayaan, namun disisi lain pendidikan juga merupakan bagian dari pembudayaan. Pendidikan adalah kebutuhan yang mendasar dari suatu bangsa untuk meningkatkan harkat dan martabat bangsa itu sendiri.

Pendidikan sebelum masa kemerdekaan, ada belenggu yang menjadikan manusia belum merdeka khususnya dalam hal belajar. Sekitar tahun 1854 M pada masa kolonial, tidak semua rakyat bisa mengenyam pendidikan, apalagi untuk kaum wanita. Pendidikan pada masa kolonial ini di didasarkan pada golongan penduduk menurut keturunan atau lapisan kelas sosial dan golongan kebangsaan yang berlaku semasa itu.

Kemudian pengajaran untuk pribumi sebelumnya sudah diajukan kepada gubernur jenderal, tetapi maksud pemerintah Belanda mendirikan sekolah atau pengajaran kepada pribumi tidak untuk memenuhi kebutuhan rakyat tetapi untuk melatih beberapa orang calon pegawai bagi dinas pemerintahan Belanda. Jadi, kesimpulannya bahwa tujuan pendidikan dan pengajaran pada waktu itu hanya diarahkan kepada calon pegawai saja untuk keuntungan perusahaan Belanda itu sendiri, bukan membentuk sistem pendidikan nasional. Pendidikan pada masa itu hanya sebatas membaca, menulis, dan menghitung seadanya, tidak ada unsur pemeliharaan benih-benih kebudayaan. 

Pada masa itu pun masyarakat belajar dengan tidak merasa tenang karena pada saat itu pendidikan hanya sebagai formalitas untuk menjadi pegawai saja dan hanya untuk mendapatkan ijazah. Lalu pada tahun 1920, mulai adanya kesadaran kurtural pada masyarakat. Dan pada tahun 1922 terciptanya sekolah taman siswa oleh Ki Hajar Dewantara. Tujuan pendidikan yang digagaskan oleh Ki Hajar Dewantara yaitu salah satunya upaya untuk memasyarakatkan tumbuh kembang budi pekerti, pikiran, dan tubuh anak.

 Menjadikan manusia merdeka masih digemborkan-gemborkan di masyarakat pada saat ini, khususnya pada bidang pendidikan. Kurikulum pendidikan yang masih sering berganti-ganti, dan mau tidak mau harus tetap dilakoni oleh guru dan peserta didik, sehingga seringkali harus melakukan adaptasi lagi. Hal ini sesuai dengan kondisi pendidikan saat ini dan tentunya menjadi belenggu pendidikan di Indonesia pada saat ini, dimana peserta didik masih di sama ratakan, maksudnya adalah ketika ada peserta didik yang berbeda maka dianggap aneh, karena guru belum sepenuhnya memahami karakter peserta didik sehingga kebutuhan peserta didik belum terpenuhi dengan baik. 

Lalu objek pembelajaran hanya terpusat pada guru, materi hanya terpaku pada buku saja dan yang diutamakan adalah materi harus diselesaikan oleh peserta didik tanpa tahu apakah peserta didik itu paham dengan baik atau tidak mengenai materi itu, serta peserta didik dipaksa untuk bisa mengerjakan tugas atau pembelajaran yang guru lakukan. Selain itu pula, orientasi peserta didik hanya pada nilai akhir atau raport yang diatas rata-rata, tanpa mempertimbangkan bagaimana pengembangan karakter dan proses belajar dari peserta didik selama itu.

 Lantas, bagaimana cara melepaskan belenggu itu? adakah solusi yang bisa melepaskan belenggu itu? Jawaban dari masalah ini adalah dengan memantapkan cara melihat betapa pentingnya pendidikan, direncanakan, dikelola, dilaksanakan, berisi materi apa saja, bagaimana proses yang tepat yang dikaitkan dengan landasan falsafah pendidikan, dievaluasi, dan rencana tindaklanjutnya. Tentunya, pada saat ini pendidikan Indonesia membutuhkan sebuah kurikulum dimana kurikulum ini dapat menjadikan manusia merdeka dalam hal belajar, dan juga pembelajaran dapat berpihak kepada peserta didik, sehingga diharapkan peserta didik dapat mengembangkan bakat dan minatnya tanpa adanya tekanan.

  

Sebagai seorang guru yang dilakukan pertama kali, adalah dengan mengingat kembali perjuangan dalam perjalanan pendidikan Indonesia oleh Ki Hajar Dewantara dan tujuan pendidikan yang digagaskan oleh beliau. Karena seorang guru merupakan ujung tombak untuk menerapkan prinsip pendidikan yang digagaskan oleh Ki Hajar Dewantara. Dimana pendidikan ini menurut beliau mampu menjadi alat mobilisasi politik yang beradab sekaligus penyejahtera manusia dengan meningkatkan sumber dayanya. Jadi gagasan dari Ki Hajar Dewantara merupakan sebuah konsepsi pendidikan yang mampu menjawab permasalahan generasi muda dan tantangan bangsa. 

Prinsip pendidikan yang beliau gagaskan adalah merdeka belajar berlandaskan pada nilai-nilai pancasila atau pendidikan berbasis budaya, hal ini dimaksudkan agar peserta didik mampu mengembangkan minat dan bakat secara optimal dan juga bisa memajukan kebangsaan serta jati diri bangsa dan tanggung jawab anak muda sebagai bangsa Indonesia. Maka sebagai fasilitator, guru harus mampu meleaskan belenggu yang sudah tertanam sejak lama untuk membantu peserta didik agar mampu mengembangkan minat dan bakatnya secara merdeka, sehingga mampu memberikan hasil yang optimal untuk bangsa.

Dengan demikian, dapat disimpulkan tugas kita sebagai guru adalah mampu untuk menjadi guru yang cerdas, berbudi luhur dan professional agar dapat mengantarkan peserta didik menjadi manusia yang selamat dan bahagia, cerdas, memiliki karakter yang baik, mengembangkan minat dan bakatnya sesuai dengan kemampaunnya, dan juga berbudaya dengan cara yang merdeka tanpa adanya paksaan atau tekanan.

·         Pendidikan Yang Memerdekakan dalam Prespektif Perjuangan Bangsa

Model pendidikan yang memerdekakan adalah sebuah inspirasi besar tentang konsep pendidikan, dari seorang tokoh pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara. Di saat sistem kolonialisme mencengkeram dan menghisap kuat di seluruh nadi-nadi kehidupan di bumi nusantara, di saat itu pula beliau menentangnya, khususnya pada dunia pendidikan. Sehingga bisa dikatakan bahwa pemikiran Ki Hajar Dewantara seolah menjadi sintesa untuk menjawab antitesa pendidikan di Indonesia pada masa itu.

Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan adalah proses yang hidup dan harus bisa berubah selaras dengan kodrat alam dan kodrat jamannya. Sesuai dengan kodrat alam, pendidikan dan kebudayaan adalah bersifat universal dan berlandaskan pada perikemanusiaan. Dengan demikian pendidikan tidak boleh mendistorsi dari nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri. Tapi pada kenyataannya praktik pendidikan pada masa kolonialisme penuh dengan kebijakan yang bertentangan dengan nilai-nilai perikemanusiaan. Kita ambil contoh: saat itu tidak semua lapisan masyarakat bisa mendapatkan tingkat pendidikan yang sama.

Dengan semua itu, Ki Hajar Dewantara mencetuskan pemikirannya yang sangat revolusioner, yaitu tentang pendidikan yang memerdekakan. Lebih dari itu, pemikirannya tentang pendidikan masih akan tetap relevan terhadap kondisi saat ini, hal ini dikarenakan pemikirannya yang meniscayakan perubahan pada dunia pendidikan yang didasarkan pada kodrat alam dan kodrat jamannya.

·         Sang Pencerah

Pada masa kolonialisme, khususnya pada babak diberlakukannya cultuurstesel tahun 1830, nusantara benar-benar telah kehilangan jati dirinya sebagai sebuah bangsa yang besar. Masa di mana peradaban sebuah bangsa jatuh pada titik terendahnya. Hal ini dikarenakan imperialism Belanda saat itu, yang tergolong sebagai Finan Imperialisme “imperialism tanam modal” mensyaratkan rendahnya taraf kehidupan masyarakat dari bangsa yang dijajahnya. Dengan semakin miskin, bodoh  dan rendahnya taraf kehidupan rakyat nusantara, akan semakin menguntungkan bagi pihak Belanda. Hal ini akan berhubuangan dengan murahnya sewa lahan, harga buruh dan bahan baku “grondstoffen” sebagai bahan dasar indutri dalam sistem kapitalisme Belanda.  Kondisi ini dapat dilihat pada cacatan Bung Karno pada tulisannya yang berjudul Orang Indonesia Tjukup Nafkahnja Sebenggol Sehari. Tulisan tersebut dimuat dalam buku Di Bawah Bendera Revolusi Jilid I hal hal 177.

Catatan ini sekaligus memberikan informasi, bahwa kondisi rakyat Indonesia saat itu pada kondisi  terasing dari jati dirinya sebagai manusia yang merdeka. Rakyat sudah tidak butuh kehidupan yang layak, cita-cita yang tinggi-tinggi, pendidikan, bahkan untuk mencapai kemerdekaan hidup sebagai seorang pribadipun sudah sirna dari angan-angannya. Masyarakat Indonesia sudah menjatuhkan dirinya sebagai budak bagi bangsa penjajahnya. Pada kondisi ini, sudah tidak mungkin rakyat memikirkan kemerdekaan bangsanya. Dan pada kenyataannya cita-cita kemerdekaan muncul dari kelompok elit yang terdidik, yang salah satunya adalah Ki Hajar Dewantara.

Ki Hajar Dewantara telah dengan konsisten menentang praktik-praktik penindasan dan penghisapan yang dilakukan oleh pihak imperialis Belanda kepada rakyat Nusantara. Keluar masuk penjara adalah salah satu konsekuensi yang diterima dari sikap penentangannya ini, selain pengasingan dan intimidasi dari penguasa. Tentu ucap, sikap dan tindakan beliau bukan tanpa alasan. Salah satu landasan dari tindakannya yang sangat radikal ini adalah suatu keyakinan bahwa Tuhan dalam menciptakan umatnya adalah sama dan sederajat. Dengan demikian tidak dibenarkan adanya praktik penindasan manusia kepada manusia maupun bangsa kepada bangsa dengan alasan apapun.

·         Perubahan Nama Wujud Konsintesi Pendirian

Untuk lebih memahami sejarah pendidikan Indonesia, serta peran Ki Hajar Dewantara dalam perjuangannya, tidak ada salahnya menggali kondisi kehidupan pada saat beliau remaja. Beliau mempunyai nama kecil Raden Mas Soewardi Soerjaningrat. Dari namanya, tampaklah Ki Hajar Dewantara berasal dari kaum bangsawan tinggi. Lebih tepatya, beliau adalah putra dari GPH. Soerjaningrat dan merupakan cucu dari Sri Paduka Paku Alam III. Sebagai seorang bangsawan tinggi, tentu RM. Soewardi Soerjoningrat memiliki Privilege atau hak istimewa. Hak yang tidak dimiliki oleh kalangan masayarakat pada umumnya.

Dengan Kelas bangsawannya, RM. Soewardi Soerjaningrat sempat mengenyam pendidikan di ELS (Europeesche Lagere School) dan STOVIA (School tot Opleiding voor Inlandsche Artsen) yaitu sekolah kedokteran jawa. Tetapi RM. Soewardi Soerjaningrat tidak sempat tamat pada STOVIA.

Perubahan nama pada umumnya akan diiringi oleh perubahan substansi dari subyek tersebut. Perubahan nama dari Raden Mas Soewardi Soerjaningrat menjadi Ki Hajar Dewantara, telah merubah sosok manusia yang awalnya berada pada lingkungan bangsawan dengan hak istimewa yang sangat besar, menjadi sosok manusia biasa yang sangat dekat dan menjadi rakyat itu sendiri. Inilah wujud konsistensi jiwa seorang Ki Hajar Dewantara, dan tidak semua kalangan bangsawan bersedia melepaskan kedudukannya tersebut.

·         Pendidikan yang Memerdekakan dalam Alam Kekinian

Masa kolonialisme adalah masa di mana terisnspirasinya seorang Ki Hajar Dewantara untuk mencetuskan gagasan pendidikan yang selain mencerdaskan juga memerdekakan. Kondisi masa itu, sebenarnya memiliki kesamaan dengan kondisi tertentu pada masa sekarang. Selain menerima tantangan yang sama, yaitu sama-sama dielimuti dan dipengaruhi oleh alam kapitalisme, kondisi pendidikan ke dua masa tersebut juga sama sama terpuruknya dibandingkan dengan tingkat pendidikan Negara-negara lain di dunia.  

Pada saat ini, alam globalisasi yang sangat dipengaruhi oleh kepentingan pasar sangat mungkin membiaskan dunia pendidikan dari tujuan idealnya. Jika Negara tidak memenejemen dengan baik, tidak menutup kemungkinan kepentingan pasar akan mampu menggeser tujuan pendidikan sebagai sarana mencerdaskan dan

Kolaborasi antara dunia pendidikan dengan Dunia Usaha dan industri harus dipandang sebagai hubungan simbiosis yang bersifat mutualisma. Pendidikan di Indonesia jangan sampai hanya  digunakan sebagai alat dan wadah untuk mencetak para buruh demi kepentingan Dunia Usaha dan industri. Sebaliknya, Dunia Usaha dan  industri diharapkan mampu berkontribusi kepada dunia pendidikan dalam menanamkan jiwa kewirausahaan bagi peserta didik.

 


Selanjutnya, pendidikan masa depan Indonesia harus bisa mampu mencetak generasi yang cerdas dan mandiri dengan dijiwai semangat nasionalisme. Di sini peran Dunia Usaha dan industri sangat penting, karena merekalah yang diharapkan menjadi mitra dunia pendidikan dalam mencetak manusia yang siap menghadapi tantangan global, dan membawa Indonesia menjadi Negara yang mandiri dan sejajar dengan Negara-negara lain di dunia. Inilah target dari Profil Pelajar Pancasila.

Definisi Profil Pelajar Pancasila


Profil Pelajar Pancasila merupakan sejumlah karakter dan kompetensi yang diharapkan untuk diraih oleh peserta didik, yang didasarkan pada nilai-nilai luhur Pancasila.

Kegunaan Profil Pelajar Pancasila

  • Menerjemahkan tujuan dan visi pendidikan ke dalam format yang lebih mudah dipahami oleh seluruh pemangku kepentingan pendidikan
  • Menjadi kompas bagi pendidik dan pelajar Indonesia
  • Tujuan akhir segala pembelajaran, program, dan kegiatan di satuan pendidikan

Dimensi dan Elemen Profil Pelajar Pancasila

Profil Pelajar Pancasila memiliki 6 dimensi dan beberapa elemen di dalamnya.

  1. Beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia

Pelajar Pancasila mengimani dan mengamalkan nilai dan ajaran agama/kepercayaannya. Hal ini diwujudkan dalam akhlak yang baik pada diri sendiri, sesama manusia, alam, dan negara Indonesia (nasionalisme).

  1. Berkebinekaan global

Pelajar Pancasila mengenal dan mencintai budaya dan negaranya (nasionalisme), menghargai budaya lain, serta mampu berkomunikasi dan berinteraksi antar budaya. Mereka juga melakukan refleksi terhadap pengalaman kebinekaannya, sehingga dapat menyelaraskan perbedaan budaya untuk mewujudkan masyarakat inklusif, adil, dan berkelanjutan.

  1. Mandiri

Pelajar Pancasila memiliki pemahaman terhadap diri dan situasi yang dihadapi, serta regulasi diri untuk mencapai tujuan dan meningkatkan kualitas hidupnya.

  1. Bergotong royong

Pelajar Pancasila melakukan kolaborasi yang dibangun atas dasar kemanusiaan dan kepedulian kepada bangsa dan negara, sehingga dapat berbagi kepada sesama.

  1. Bernalar kritis

Pelajar Pancasila yang bernalar kritis menganalisa dan mengevaluasi semua informasi maupun gagasan yang diperoleh dengan baik. Mereka juga mampu mengevaluasi dan merefleksi penalaran dan pemikirannya sendiri.

  1. Kreatif

Pelajar Pancasila yang kreatif adalah pelajar yang bisa menghasilkan gagasan, karya, dan tindakan yang orisinal. Mereka juga memiliki keluwesan berpikir dalam mencari alternatif solusi permasalahan.

 Sumber: - www.kompasiana.comadakah-belenggu-pada-pendidikan-di-indonesia-saat-ini

- ditpsd.kemdikbud.go.idprofil-pelajar-pancasila

 

Komentar